Tahun Hukum Ikon Hukum

Author wong cilik Category
Oleh : Bambang Sulistiyo

Di dunia ini, konon, tidak ada manusia pemalas. Yang ada hanya para pemilik waktu luang dalam memilih. Sepanjang 2009, begitu banyak peristiwa terjadi, begitu banyak tokoh dan lembaga memberi inspirasi. Namun, dalam memilih satu di antaranya sebagai yang ''terutama'', waktu, tidak pernah seluang itu.

Untuk memelihara dan melanjutkan tradisi pemilihan Ikon Gatra yang dimulai pada tahun lalu, kami merancang strategi kerja, mengumpulkan bahan dan memulai prosedur seleksi sejak Oktober lalu. Rubrik Ikon menjadi pemasok pertama nama-nama kandidat, disusul oleh rubrik-rubrik lain yang mengetengahkan profil-profil tokoh dan lembaga yang kami nilai memiliki kompetensi dan kredibilitas di bidang masing-masing.

Dengan dua langkah awal itu, secara kuantitatif, sudah lebih dari cukup perbendaharaan nama yang kami kantongi untuk memulai proses seleksi. Namun, untuk mengantisipasi kemungkinan luputnya profil-profil menonjol lainnya dari materi pemberitaan Gatra sepanjang tahun 2009, digelarlah rapat redaksi khusus untuk memunculkan nama-nama baru yang dinilai relevan.

Seminggu sekali, selama dua pekan rapat redaksi untuk edisi khusus akhir tahun itu berlangsung cukup seru, dihiasi argumentasi dan bantahan-bantahan yang bersifat kualitatif. Hasilnya, muncul nama-nama baru, sekaligus nama-nama yang sebelumnya mengisi daftar kandidat teranulir.

Pada pertengahan November, masing-masing sembilan bidang (politik, ekonomi, hukum, sosial, seni dan budaya, ilmu dan teknologi, pendidikan, kesehatan, dan olahraga) dalam Ikon Gatra 2009 sudah terisi nama-nama nominator. Langkah berikutnya, Gatra memilih ikon utama tiap-tiap bidang untuk dijadikan kandidat peraih gelar Ikon Gatra 2009 alias yang ''terutama''.

Bidang ekonomi memasok lima nama pengusaha dengan skala kecil menengah sebagai ikon utama bidang. Kelimanya terkumpul dalam satu kategori atau tema: usaha kecilm menengah, yang merupakan fenomena ekonomi yang dinilai memiliki kemampuan untuk bertahan dan berkembang, meski di tengah ancaman krisis ekonomi global.

Ikon utama bidang ilmu dan teknologi ditempati Bambang Widyatmoko, peneliti dari LIPI, dengan satu reputasi spektakulernya sebagai pemegang sekitar 30 hak paten untuk temuan di bidang laser.

Nama Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, muncul sebagai ikon utama bidang sosial. Henry adalah vokalis Indonesia dalam menuntut reformasi agraria, kedaulatan pangan, dan hak asasi petani di forum-forum nasional dan internasional.

Bidang hukum menempatkan nama lembaga, yakni Mahkamah Konstitusi, sebagai ikon utama. Lembaga ini terbukti reputasinya sebagai pemecah kebuntuan wacana hukum yang menuntut solusi konstitusional.

Pembalap Formula BMW berusia 16 tahun, Rio Haryanto, terpilih sebagai ikon utama bidang olahraga lantaran prestasinya menjuarai Formula BMW Pacific dan semangatnya yang menggebu dalam membidik target keikutsertaan di ajang balap mobil jet dunia: F1.

Ismunandar mewakili bidang pendidikan dengan tampil sebagai ikon utama. Ia tercatat sebagai guru besar termuda dalam sejarah Institut Teknologi Bandung. Selain itu, penelitiannya mengenai oksida logam membuka potensi material keramik sebagai penyimpan data dan atau bahan bakar.

Bidang kesehatan diwakili Laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Airlangga untuk memperebutkan tempat sebagai Ikon Gatra 2009. Setelah berhasil menemukan vaksin flu burung, tim laboratorium ini juga berhasil menemukan vaksin flu babi (H1N1), yang rencananya diproduksi secara massal pada 2010.

Sekelompok anak muda yang tergabung dalam Ruangrupa tampil sebagai ikon utama bidang seni dan budaya. Kelompok inisiasi yang berdiri sejak tahun 2000 ini sepanjang tahun 2009 kian menancapkan tajinya sebagai ''pembawa perubahan'' dalam konstelasi seni rupa di Indonesia.

Politik menjadi bidang diskusi paling hangat dalam proses seleksi. Dengan berbagai penilaian dan pertimbangan, politik hanya berhasil meloloskan satu nominator bidang, dan dengan begitu, secara otomatis nangkring sebagai ikon utama bidang. Yaitu tiga sosok kepala daerah, dalam hal ini bupati yang strategi memerintahnya dinilai memberi inspirasi dalam aspek pelayanan publik, pendidikan, dan pelestarian lingkungan.

Diskusi Panel yang Mulus
Dari sembilan nama kandidat itu, secara ''tidak resmi'' awak redaksi Gatra telah menggadang-gadang satu nama sebagai calon kuat Ikon Gatra 2009. Namun, dengan tujuan memperluas objektivitas penilaian, sebagaimana tahun lalu, kami mengundang para panelis dari berbagai disiplin ilmu untuk mendiskusikan dan memberi rekomendasi kepada Gatra guna menetapkan Ikon 2009-nya.

Para penulis Perspektif dan kolom di halaman majalah kesayangan Anda ini sengaja kami pilih sebagai panelis. Pertimbangannya, selain kredibiltas dan kompetensi mereka tidak diragukan lagi di bidang keilmuan masing-masing, juga karena mereka kami nilai mengerti ''cara berpikir'' Gatra berkat kerja sama intelektual yang terjalin selama ini.

Dari enam panelis yang menyatakan kesediaannya menghadiri forum yang berlangsung di ruang rapat redaksi Gatra, Jalan Kalibata Timur IV Nomor 15, Jakarta Selatan, itu, empat di antaranya, Sugiharto, Radhar Panca Dahana, Hendri Saparini, dan Yudi Latief, berhasil mengatasi berbagai kendala pada hari itu dan memenuhi agenda forum diskusi panel.

Sementara itu, dua lainnya, Eep Saefulloh Fatah dan Hajriyanto Y. Tohari, setelah berkejaran dengan waktu dan aktivitas padat mereka, akhirnya gagal tiba di kantor Gatra hingga diskusi panel berakhir. Meski begitu, dengan empat panelis yang piawai mengelola tema dan wacana tadi, diskusi berlangsung menarik.

Sugiharto, yang ditunjuk secara aklamatif sebagai ketua panelis, membuka diskusi dengan pengamatannya yang menyebutkan bahwa tahun 2009 adalah tahun politik dan hukum. ''Yang terjadi selama 2009 adalah proses transisi demokrasi dan hukum yang sangat mencolok,'' kata Sugiharto, sebagaimana dicatat reporter Gatra Bernadetta Febriana.

Mantan Menteri Negara BUMN itu lantas menyebut beberapa institusi yang menurut dia layak dicatat sepanjang tahun 2009. Antara lain: Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sengaja ia memilih institusi karena dinilai cenderung lebih aman daripada individu per individu.

Lantas Sugiharto secara pribadi memilih MK. Selain prestasi MK sebagai ''pemecah persoalan konstitusional'' yang penting dan sensitif sepanjang tahun 2009, Sugiharto juga menilai institusi itu kredibel, akuntabel, dan bisa dipercaya publik. ''Dalam setiap sengketa politik, mereka bisa menjadi wasit,'' ujarnya.

''Selain itu, sistem peradilan MK bisa menjadi role model: sidang-sidangnya terbuka untuk publik dan keputusan yang dihasilkan sangat instan dan tidak menimbulkan konflik horizontal,'' Sugiharto menegaskan.

Panelis kedua, Yudi Latif, menyatakan bahwa tahun 2009 bagi Indonesia adalah tahun gempa, baik gempa alamiah maupun gempa politik. Proses politik, terutama pelaksanaan Pemilu 2009 yang panjang, menurut Yudi, penuh dengan kenakalan dan masalah. ''Bahkan sampai saat terakhir, masih belum bisa ditentukan siapa-siapa yang menjadi anggota DPR,'' kata pengamat politik itu.

Untuk itulah, kata Yudi, tidak ada figur ikonik yang muncul dari bidang politik sepanjang tahun 2009. ''Tidak ada personal yang punya keteladanan dan keluar dari reruntuhan gempa itu. Bahkan Presiden SBY pun tidak,'' katanya. ''Dari gempa politik yang nyaris deadlock ini, yang bisa memberi kepastian akhirnya adalah MK," Yudi menegaskan kesimpulan Sugiharto.

Radhar Panca Dahana tampil sebagai panelis ketiga. Ia memberi ilustrasi melihat Indonesia dari dari luar angkasa. Bila dilihat, kata Radhar, Indonesia tak ubahnya tabung televisi. ''Semua seperti infotainment, semua berita politik, hukum, dan ekonomi,'' ujar budayawan ini. Menurut dia, pada saat ini, Indonesia dikepung oleh media.

Yang dikritisi Radhar, semua media seolah selalu bermodus pada satu kata: kebenaran. ''Padahal, kebenaran menurut siapa? Semua media punya kepentingan sendiri-sendiri,'' katanya, keras.

Karena itulah, Radhar mengaku ragu dan menyimpulkan tak ada yang menonjol dari segi idealitas dan entitas. ''Hukum, politik, dan ekonomi menjadi barang dagangan yang menonjol karena memang tiga hal itu yang laku dijual oleh media,'' ia mengkritik.

Oleh sebab itu, Radhar tidak melihat satu pun kandidat dari sembilan bidang yang diajukan yang memenuhi dan pantas untuk menjadi Ikon 2009. ''Kalau cuma mau main di tingkat permukaan, ya, memang MK.'' tuturnya. ''Tapi saya memutuskan untuk absen,'' ia menambahkan.

Pengamat ekonomi dari ECONIT, Hendri Saparini, tampil sebagai panelis terakhir yang mengemukakan pendapatnya. Menurut dia, tahun 2009 bukanlah tahun ekonomi. Bisa dibilang tahun ekonomi asalkan penekanannya, ''Semua permasalahan bersumber pada ekonomi,'' ujarnya.

Setelah panjang lebar mengemukakan kritiknya pada sektor ekonomi, Hendri mengemukakan bahwa semua investor pada 2009 justru menaruh perhatian pada bidang hukum. Temuan BPK (seputar kasus Bank Century), menurut dia, semakin menunjukkan bahwa barrier nomor satu di Indonesia adalah korupsi.

Sebagai kesimpulan atas pemaparannya, Hendri menanggapi pilihan dua panelis lainnya terhadap MK dengan persetujuan terselubung, ''Monggo saja,'' katanya.

Akhirnya Sugiharto mengemukakan dalam forum yang diikuti hampir seluruh awak redaksi Gatra itu bahwa pilihan panelis jatuh pada Mahkamah Konstitusi. ''Tiga setuju, satu abstain,'' ujarnya. Begitulah, pilihan panelis rupanya jatuh pada institusi yang sejak awal dijagokan sebagian besar awak redaksi Gatra sebagai peraih Ikon Gatra 2009.

Setelah ikon ''terutama'' dapat ditetapkan, kami berharap diculik oleh makhluk luar angkasa atau setidaknya dapat terlahir kembali sebagai manusia pemalas dengan dukungan penuh dari situasi dan pasokan yang sangat luang dari waktu. Begitu banyak profil, sedangkan waktu kian terbatas.

Namun fakta edisi fotografis ini sekarang ada di tangan Anda menunjukkan bahwa kami memilih untuk bekerja keras ketimbang melempangkan harapan-harapan laten itu.

Sumber : http://www.gatra.com

0 komentar:

Posting Komentar

Theme by New wp themes | Bloggerized by Dhampire