Bertukar Ilmu dengan Rusia

Author wong cilik Category
Oleh : Mujib Rahman, Arif Koes Hernawan, dan Svet Zakharov (Moskow)

Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Hamid Awaludin, sibuk berkeliling di kampus Russian Islamic University (RIU), Senin pekan lalu. Ditemani Rektor RIU, Profesor Rafik Muhametshin, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu menghabiskan waktu seharian. Salah satu yang ia kagumi adalah perpustakaan kampus yang koleksinya cukup lengkap. Perpustakaan yang terletak di Negara Bagian Republik Tatarstan ini makin komplet setelah mendapat hibah 23.000 judul buku dari Kerajaan Arab Saudi.

Usai berkeliling, Hamid mendapat kesempatan memberikan kuliah umum di depan mahasiswa RIU. "Negara Indonesia mempunyai keunikan. Di sinilah populasi muslim religius yang berciri nasionalis berada," katanya.

Kunjungan itu merupakan tindak lanjut nota kesepahaman antara tiga universitas Islam Rusia dan tiga universitas Islam di Indonesia yang ditandatangani di Indonesia, dua pekan sebelumnya. Hamid ikut sibuk karena kerja sama ini tak lepas dari peran besar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Moskow.

Tiga universitas Islam Rusia yang meneken nota kesepahaman itu adalah Moscow Islamic University (MIU), RIU, dan The North Caucasian Islamic Center of Education and Science (CIC). Masing-masing meneken kerja sama dengan tiga universitas Islam di Indonesia, yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dan UIN Malik Ibrahim, Malang.

Nota kesepahaman itu ditandatangani Jakarta, Yogyakarta, dan Malang pada 1-3 Desember lalu. Selama tiga hari, rombongan Rusia yang terdiri dari Rektor RIU Prof. Rafik Muhametshin, Rektor CIC Prof. Maksud Sadikov, dan Kepala Kantor Penerbitan MIU Alsu Sitdikova melakukan kunjungan ke kampus-kampus tersebut. Mereka didampingi Kepala Kantor Hubungan Internasional RIU-Kazan, Rustam Nurgalev, dan wakil dari bagian hubungan internasional Russia Mufties Council, Indira Khayretdinova.

Kerja sama yang mulai dijajaki KBRI di Moskow, tahun lalu, itu terdiri dari berbagai bentuk. Yang sudah pasti adalah program beasiswa pertukaran pelajar dan dosen.

Menurut konselor KBRI di Moskow, M. Aji Surya, program serupa ini sebetulnya telah lama dikenal kedua negara, tapi sudah lama mati. Kerja sama antara kampus Indonesia dan Rusia pernah berjaya pada 1960-an. Ketika itu, ribuan mahasiswa Indonesia belajar di Uni Soviet. Namun, setelah era itu, Rusia tidak lagi menjadi tujuan favorit para pelajar Indonesia. "Bagi kami, ini merupakan upaya diversifikasi sumber ilmu pengetahuan. Tidak Western-minded," kata Aji Surya.

Kini jalan tembus kedua negara telah dibuka kembali. Tahun ini, banyak kerja sama antarkampus yang telah diteken. Sebelumnya, beberapa universitas di Indonesia melakukan kerja sama semacam ini. Kampus-kampus itu adalah Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, dan Univeristas Hasanuddin. Mereka menggandeng Bauman Moscow State Technical University, United Nations University, Saint Petersburg Technical State University, dan Saint Petersburg State University.

Setelah nota kesepahaman itu diteken, semua kampus yang terlibat dalam kesepakatan ini langsung mulai merealisasikannya. Pada 2010, program seleksi bersama untuk penerimaan beasiswa dilaksanakan.

Di seluruh daratan Rusia, ada 16 perguruan tinggi Islam. Tiga kampus yang bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia itu adalah yang terbesar. Kontributor Gatra di Moskow, Svet Zakharov, melaporkan bahwa bergabungnya tiga universitas terbesar dalam program ini diprakarsai Russia Mufties Council, federasi organisasi-organisasi muslim Rusia, yang sebelumnya melakukan penjajakan bersama KBRI Moskow.

Rektor RIU, Rafik Muhametsin, menyatakan bahwa muslim di Rusia tersebar di beberapa provinsi yang jaraknya berjauhan, hingga 2.000 kilometer. Karena itu, mereka menganut mazhab berbeda-beda. "Masyarakat Kaukasia, tempat terdapat kampus CIC, bermazhab Syafii. Sedangkan warga Moskow, tempat terdapat kampus MIU, bermazhab Hanafi," katanya. Salah satu tantangan muslim di Rusia pada saat ini adalah radikalisme Islam dan terorisme. "Ini menjadi alasan ditekennya perjanjian itu," ia menambahkan.

Rektor UIN Sunan Kalijaga, Amin Abdullah, menyatakan bahwa detail kerja sama itu sedang dalam pembahasan. Namun kurang-lebih bentuknya adalah pertukaran mahasiswa berbagai jenjang, kunjungan profesor, pertukaran dosen, dan staf. Selain itu, tengah dibicarakan pula kerja sama lokakarya dan penelitian.

Program ini dijadwalkan berlangsung pada 2010-2014. Anggarannya ditanggung pemerintah kedua negara dan andil dari tiap-tiap kampus. Apa pun bentuknya, Amin yakin, kerja sama itu akan membawa manfaat bagi Indonesia, terutama pendidikan Islamnya. "Kerja sama itu membuka cakrawala kita tentang muslim in the West," katanya.

Sumber : http://www.gatra.com

1 komentar:

Kang Icut mengatakan...

download software free ikut senang dengan adanya program seperti ini, maju terus undonesiaku

Posting Komentar

Theme by New wp themes | Bloggerized by Dhampire